Dengan kondisi dan materi pemain yang apa adanya saat ini, PSMS dituntut untuk terus mendulang hasil mengesankan. Target lolos ke Indonesian Super League (ISL) pun dicanangkan pengurus. Padahal nafas tim mulai tersendat di awal-awal musim karena ketiadaan dana.
Kendala utama di samping dana, tentu saja skuad yang mayoritas dihuni pemain muda yang minim jam terbang. Di samping itu, pemain senior juga sudah mulai sering cedera. Perpaduan keduanya memang bisa jadi kekuatan besar kalau ditambah dengan perhatian pengurus. Tapi, hal itu tak terjadi.
Akibatnya, Suimin Diharja yang harus kerja esktra keras dan mati-matian. Beruntung Suimin merupakan pelatih bertipikal tangan dingin. Sebuah tim yang mendapatkan sentuhannya, seolah selalu mempunya cita rasa berbeda.
Buktinya lumanyan. Dari tujuh laga yang telah terlakoni, PSMS sudah meraih 12 angka dari tiga menang, tiga imbang dan baru sekali kandas. Ini merupakan hasil yang signifikan, mengingat skuad yang hanya mampu memperlihatkan permainan yang apa adanya pula. “Sepanjang saya menjadi pelatih. Baru kali ini terasa begitu melelahkan. Tapi inilah kondisi yang ada yang harus dipertahankan,” bilang Suimin mengomentari anak asuhnya.
Pelatih berusia 58 tahun berjuluk pelatih kampung itu tak ingin lagi mengeluh. Dengan sisa-sisa semangat, kakek dua cucu itu kini hanya mengandalkan semangat kedaerahannya untuk membawa hasil terbaik bagi tim ini. “Saya bersedia menukangi PSMS dalam kondisi begini karena panggilan hati saya sebagai warga Medan. Saya prihatin kenapa tim yang punya nama besar bisa sampai degradasi. Tekad inilah yang saya emban untuk mencoba membawa kembali PSMS ke kasta kompetisi tertinggi tanah air,” akunya.
Juanda, mantan pemain Timnas Junior era 1980-an yang juga mantan pemain PSMS salut kepada tim yang diasuh Suimin. Sejak dibentuk, dan melakoni 22 laga persahabatan, plus tujuh laga resmi di Divisi Utama, PSMS baru sekali memetik kekalahan.
“Bayangkan, dari tujuh pertandingan Divisi Utama yang telah digelar dan 22 pertandingan ujicoba, PSMS baru satu kali kalah, itu berarti anak-anak masih bisa termotivasi walau dalam kondisi memprihatinkan seperti yang dialami sekarang, namun yang perlu disesali adalah, minimnya perhatian yang diberikan pengurus dan manjaemen kepada pemain,” bebernya.
Menurutnya, sebagai salah satu mantan pemain yang lahir dari ‘rahim’ PSMS, kondisi yang saat ini dialami PSMS juga membuatnya prihatin. Dia menilai, pengurus tidak tanggap mengantisipasi permasalahan yang terjadi dan terkesan acuh tak acuh. “Tanggung jawab apalagi yang mesti dilakukan pemain. Saya rasa sejauh ini sudah maksimal, pemain tetap punya motivasi dengan kondisi yang ada,” tegasnya.
Dia menuturkan, pemain sudah menjalankan bentuk profesionalisme pemain bola, namun dia mengkhawatirkan, minimnya perhatian seorang figur orangtua akan melemahkan pemain.
“Seorang ayah itu hendaknya memberi semangat dan motivasi kepada anak-anaknya, ini tidak, ditengah kondisi yang ada sekarang, manajemen dan pengurus terkesan ninggalin anak anaknya (pemain, Red), saya khawatir itulah yang nantinya akan menjadi bumerang dan akhirnya membuat pemain tidak punya motivasi lagi,” tegas pria 49 tahun itu.
Meski dia juga mensyukuri masih ada pihak-pihak yang mau mengelola PSMS. Tetapi yang perlu dipahami pengurus menurutnya adalah melakukan pendekatan dengan pemain apapun kondisinya.
“Saya mengimbau, hendaknya pengurus dan manajemen PSMS bisa menjadi sosok seorang ayah yang terus mengayomi pemain dan mendengarkan keluh-kesahnya serta tidak pernah meninggalkan pemain apapun keadaannya, “ pungkas Juanda
No comments:
Post a Comment