Saturday, March 28, 2009

PSMS VS Deltras, Panas Sejak Awal

Laga dua tim papan bawah antara tuan rumah PSMS Medan melawan Deltras Sidoarjo, saya pikir akan berjalan menarik dan seru. Mengingat kedua tim sama-sama sedang berjuang untuk keluar dari zona merah, maka saya prediksikan laga kali akan berjalan panas sejak awal. Bagi para pendukung fanatik kedua tim yang tak bisa datang langsung ke Stadion Jakabaring, Palembang tak perlu khawatir, sebab televisi kesayangan Anda Antv, akan menyiarkannya secara langsung pada pukul 18.30 WIB.

Karakter permainan keras dan cepat yang diperagakan anak-anak Medan, tampaknya akan diladeni dengan permainan yang cepat pula oleh Deltras Sidoarjo. PSMS beruntung punya seorang Zada, pemain tengah yang mampu menjadi ruh dalam diri Ayam Kinantan. Penampilannya, membuat PSMS kerap kali berpeluang mencetak gol. Apalagi, sayap mereka kanan dan kiri, yang dihuni oleh Ellie Aiboy dan Oktovinus benar-benar bisa merepotkan lawan.

Dua sayap inilah yang harus diwaspadai oleh kubu Deltras, setidaknya Alhadad harus menugaskan pemainnya untuk mengawal pergerakan kedua sayap ini. Sebab, kalau tidak pertahanan mereka akan kerap jadi gempuran dua pemain asal Papua tersebut. Kecepatan, dan karakter tak mudah menyerah membuat Ellie dan Okto, kadang sulit ditahan lawan lajunya. Deltras harus hati-hati.

Kalau PSMS punya Zada, maka Deltras punya Danilo Fernando, meskipun tubuhnya mulai gemuk, namun Danilo tetaplah Danilo, pemain tengah yang berbahaya bagi lawan. Kerjasamanya bersama Chena, membuat Deltras tim yang cukup disegani pada putaran kedua Djarum Indonesia Super League (DISL) ini. Meski mereka kalah dari Sriwijaya pada laga sebelumnya, namun secara permainan Deltras cukup membuat jantung anak-anak Sriwijaya berdegug kecang, lantaran peran dua pemain asing Amerika Latin ini yang merepotkan. Soal peluang saya melihat kedua tim berimbang 50 % -50%.

Stop Arogansi

Sikap arogan yang diperlihatkan manajemen PSMS, pelan tapi pasti mulai menimbulkan ekses terhadap prestasi PSMS di ajang Indonesia Super League.

Terlebih, pasca terdepaknya dua asisten pelatih Rudi Saari dan Mardiyanto beberapa waktu lalu.

Rudi Saari, telah tiga musim bersama PSMS. Tak jauh beda dengan Mardiyanto yang juga sempat menangani Markus Horison, Decky Adrian dan Suprayetno di ajang Liga Indonesia.

Praktis setelah keduanya didepak, tak ada lagi orang yang benar-benar tahu karakter dan kemampuan teknis pemain PSMS sekarang ini. Artinya, meskipun tahun lalu PSMS berhasil menduduki peringkat kedua setelah Sriwijaya FC, namun posisi buncit dan jurang dergradasi akan semakin sulit untuk terlepas dari tim Ayam Kinantan.

Kondisi ini tentunya menimbulkan sesal dan kecewa dari para pendukung serta pecinta tim Ayam Kinantan, tak terkecuali sang mantan manajer tim Drs H Randiman Tarigan MM.

Atas bobroknya prestasi tim musim ini, mantan manajer tim PSMS ini pun angkat bicara. Menurutnya, prestasi PSMS sekarang ini sungguh sangat mengecewakan dan membuat dirinya prihatin.

“Kondisi seperti ini tak akan terjadi, andai materi pemain yang dimiliki tidak pas-pasan serta pihak manajemen tak terkesan ekslusif dengan menjaga jarak kepada pemain,” bilang Randiman, kemarin (26/3).

Selain menyoroti masalah di atas, perhatian Randiman pun tak luput pada perlakuan manajemen PSMS kepada pemain serta jajaran pelatih. “Terkadang saya menangis jika membandingkan apa yang kini menimpa para pemain dan jajaran pelatih. Pasalnya, ketika saya menjabat sebagai manajer tim, hal tersebut tak pernah terjadi,” kenang Randiman.

Dapat dimaklumi jika Randiman berpendapat seperti itu. Pasalnya, ketika dirinya masih menjabat sebagai manejer tim, para pemain terlihat akrab dan tak sungkan untuk bergurau. Bahkan saking akrabnya, nyaris seluruh pemain memanggilnya dengan sebutan “si bos”.

Karenanya, Randiman menilai jika sikap intervensi dan arogansi yang diperlihatkan manajemen membuat tim kebanggan masyarakat Medan ini kian terpuruk.

Salah satu bentuk intervensi yang dilakukan manajemen adalah ketika mencari pemain tanpa melibatkan tim pelatih.

Hal seperti ini terbukti dilakukan manajemen, kala Erick Williams masih menjadi caretaker (usai manajemen memecat Iwan Setiawan), sedangkan wacana mendatangkan Luciano Leandro telah diapungkan.

Hasilnya, hampir semua pemain pilihanhasil seleksi tak pernah masuk pada skema permainan yang diusung Luciano. Imbasnya, kekalahan pun kian akrab menghinggapi tim Ayam Kinantan.

Selain itu, banyaknya pelatih yang didepak dari tim ini pun kian mempertegas jika manejemen PSMS kerap bertindak arogan. “Benar, Sihar memang punya uang untuk mengelola PSMS. Tapi bukan berarti dengan uang yang dimilikinya tersebut, dia dapat bersikap sesuka hati dengan harapan prestasi tim akan terdongkrak. Saya mendukung jika sepak bola sekarang dikelola secara profesional. Tapi ingat, pemain juga manusia yang punya hati dan perasaan,” lanjut Randiman.

Randiman lantas memberikan sedikit masukan kepada manajemen PSMS saat ini. Salah satunya adalah bagaimana cara mengayomi pemain. Memang, sejauh ini terlihat jarak yang begitu luas antara pemain dan manajemen. Ibarat bawahan dengan seorang “bos besar”.

“Pemain dan pelatih butuh tak sekadar uang. Terkadang agar motivasi mereka (pemain dan pelatih, Red) terdongkrak dan merasa memiliki tanggung jawab terhadap tim, mereka minta diperlakukan sebagaimana layaknya seorang saudara. Jika kita mampu melakukannya, kenapa itu tak kita lakukan,” bilang Randiman.

Terkait pemecatan yang menimpa Rudi Saari dan Mardianto, mantan orang nomor satu di tim PSMS musim lalu itu mengaku prihatin dan menyesalkannya.

“Jika performa tim tak kunjung membaik, harusnya pelatih kepala yang bertanggung jawab, bukan asisten pelatih. Jadi sangat tak masuk akal bila keduanya (Rudi Saari dan Mardianto, Red) dipecat dengan alasan tak mampu mendongkrak performa tim,” pungkas Randiman mantap