Saturday, December 3, 2011

Kala PSMS pelihara dualisme

MEDAN - Seminggu belakangan PSMS Medan dalam ketegangan. Keabu-abuan dalam menentukan sikap menghadapi kompetisi yang terjadi di tanah air berujung pada dualisme di tubuh PSMS sendiri.

Nama PSMS Medan terdaftar di dua kompetisi yang bersebrangan, Indonesian Premier League (IPL) dan Indonesian Super League (ISL). Mengikuti tren dualisme seperti yang terjadi di klub-klub lain seperti Persija Jakarta, Arema Malang, dan Persebaya Surabaya.

Tentunya ada dua kubu dengan pemikiran yang tidak sama. Perang statement di media antara kubu ISL dan IPL menghiasi headline media massa di Medan. Karena itu, suasana pertemuan 40 klub yang difasilitasi Pengurus PSMS di Garuda Plaza Hotel (GPH) baru-baru ini dalam tensi tinggi.

Namun ketegangan hanya di awal. Rapat berjalan adem ayem dan tidak ada perdebatan yang pelik. Pertemuan membahas dualisme yang terjadi berakhir antiklimaks. Intinya tak ada yang membantah PSMS tetap berjalan di dua kompetisi. Ketua Umum Perisai Pajak, Julius Raja, mengatakan sudah terlambat memperdebatkan soal ISL atau IPL karena dua tim sudah berjalan.

"Arah PSMS sudah jelas. PSMS yang main di IPL juga sudah jalan. Biarlah PSMS yang ISL jalan dan IPL jalan. Tidak mungkin lagi kita ubah. Harusnya sebelumnya ada voting," ujarnya baru-baru ini.

Tudingan terhadap PSSI yang tidak tegas menyikapi dualisme yang terjadi tak terbantahkan lagi.

"Ini memang yang diciptakan PSSI. Dualisme-dualisme seperti ini. Ketegasan dari PSSI itu tidak ada. Kalau ada, ngapain kita berdebat di sini," tukasnya.

Meskipun juga ada suara-suara yang resah melihat dualisme yang terjadi dan mengkritisi soal pilihan ke ISL.

"Jangan hanya salahkan PSSI, salahkan juga PSMS. Dibenarkan tidak oleh FIFA ada dua kompetisi. Karena kiblat kita ke sana. Pak Idris berani tanggung jawab nggak soal pilihan ini? Kalau berbicara lebih baik dua kompetisi ini digabung. Kita saja di PSMS tidak tahu lagi di mana berkiblat. Kalau kemudian hari ISL tidak disahkan, ke laut kita," ujar Fauzi Hasballah dari Kesawan Putra.

Sebelumnya, Sekretaris Umum PSMS, Idris SE, memaparkan alasan pihaknya memilih ISL. Dikatakan, awalnya mereka sepakat PSMS memilih liga resmi tapi pembagian 70:30 yang ditawarkan konsorsium secara tidak langsung membuat PSMS terjual. Belum lagi, konsorsium juga tidak memberi uang jaminan Rp15 miliar yang diminta.

Pemahaman soal pembagian saham ini coba dikoreksi Dolly Siregar dari PS Padang Lawas. "Pembagian saham 70:30 yang dimaksud bukan soal kepemilikan. Tapi pembagian keuntungan. Dan itu sudah tertulis di MoU," ujarnya turut diamini Johnny Sembiring.

Rapat diakhiri dengan pembagian uang pembinaan sebesar Rp2,5 juta plus lima bola kepada peserta Turnamen Rahudman Cup. Rapat pun berakhir dengan senyuman tanpa solusi permasalahan. Mengendorkan kembali urat syaraf yang sebelumnya tegang antardua kubu.

Kesimpulannya kedua kubu dipersilahkan menjalankan opsi pilihannya masing-masing. Soal benar atau salah sepertinya berkiblat pada ungkapan klasik "biar waktu yang menjawab". Seakan tak sadar kalau di luar gedung rapat, dahi publik pecinta sepakbola Medan berkerut memikirkan nasib tim pujaannya.

Tak dipungkiri dua musim berlalu sejak turun kasta, ekspektasi publik Medan memang menggunung ingin melihat kembali tim pujaannya berlaga di level 1. Lalu kondisi apakah sudah menjawab ekspektasi dan layakkah ini dianggap sebuah kebanggaan?

Di mata sepakbola nasional, PSMS bukan lagi The Killer (baca pembunuh-red) yang ditakuti di era perserikatan dahulu. Seorang kawan di Malang menyebutkan PSMS bak klub "salon" yang sibuk mempercantik diri di hadapan Ketua Umum PSSI (Djohar Arifin Husin-red) dan PT Liga Indonesia.

Jajaran elit pengambil kebijakan tak kuasa mengambil sikap atas dua opsi yang ditawarkan. Atas IPL hadir dengan menyebut dirinya resmi dan sederet konsep profesional yang aplikasinya kabur. Di sisi lain, ilegalitas ISL tertutupi dengan pakem lama yang menjual dengan kehadiran tim-tim elit seperti Persipura, Sriwijaya, dan tim bertabur bintang lainnya.

Nah, jangan dilupakan iming-iming dana yang ditawarkan dua pengelola kompetisi kepada peserta. Gelontoran dana bermiliar-miliar juga pembagian saham keuntungan pastinya menggoda di tengah peraturan tanpa APBD yang segera diberlakukan. Artinya, klub-klub tak perlu bersusah payah mencari dana.

Faktanya, bukan kebanggaan yang diberikan kepada publik namun kebingungan. Kalau diajak menonton PSMS tentu pertanyaan yang muncul "PSMS yang mana? Yang ISL atau IPL?" Silahkan memilih atau menikmati keduanya….

No comments: