Awal Mei 1951, Timnas mendarat di Singapura. Masalah belum berakhir. Ya, di bandara, petugas bandara yang saat itu kebanyakan orang Inggris, mengintrogasi para pemain Timnas
Manajer tim, Mang Koes bahkan harus tertahan cukup lama karena statusnya yang mantan menteri di kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS). Nasib sial juga dirasakan Soegiono winger asal PSIS yang disangka petugas bandara adalah buronan komunis yang lari dari Australia.
Bukan berleha-leha dan kesenangan karena bisa jalan-jalan keluar negeri. Disiplin amat ketat. Bagasi masing-masing pemain saat terbang ke Singapura hanya dibatasi 15 Kg karena masing-masing pemain diwajibkan membantu membawa perlengkapan seperti kostum, sepatu, bola, obat-obatan, botol kecap dan lainnya.
Namun rasa bangga bisa keluar negeri, naik kapal terbang pula cukup mengobati rasa susah itu. Bayangan akan tinggal di hotel mewah di Singapura juga menjadi pelipur lara. Tapi begitu mendarat di negeri dengan lambang kepala singa itu, harapan dan khayalan itu seketika sirna.
Lagi-lagi, skuad Merah Putih harus merana. Dengan bus yang disediakan SAFA (PSSI-nya Singapura), rombongan dijemput dan dibawa ke penginapan yang telah diurus oleh Konjen RI. Anggota tim sudah memikirkan sebuah tempat istirahat yang enak, eh ternyata tidak. Rombongan di bawa ke sebuah gedung pertemua yang cukup lebar untuk menginap.
Namanya gedung pertemuan, sudah barang tentu tidak ada kamar tidur, kamar mandi hingga ruang makan. Namanya aula, maka yang ada hanya tumpukan kursi dan meja. Paling ada satu buah meja biliar. Tapi staf Konjen sudah menyediakan beberapa kasur, bantal dan tikar.
Untuk urusan perut tidak ada masalah, karena diurus langsung oleh para istri Konjen. Cara makannya yang jadi masalah, karena harus lesehan di lantai karena tidak ada meja makan. Tapi indahnya, tak ada satupun yang mengeluh. Rombongan hanya kaget di awal-awal namun selanjutnya terbiasa karena berlangsung hingga dua pekan.
Esok harinya, 5 Mei 1951. Timnas pun merumput. Berikut adalah skuad Timnas yang diboyong: Kiper : Han Siong (PSIS), Bek : Sunar (PSM), Chaeruddin Siregar (Persija), Rais Siregar (PSMS), Gelandang : Tan Liong Houw (Persija), M Sidhi (Persebaya), Yachya (Persib), Saderan (Persebaya), Thee San Liong (Persebaya), Bhe Ing Hien (Persebaya), Aten (Persija), Soegiono (PSIS, Penyerang, Soleh (Persija), Machroem (Persija), Aang Witarsa (Persib), dan Darmadi (Persis). Tim ini ditangani Choo Seng Quee, orang Singapura yang baru dua bulan menjadi pelatih.
Lawan pertama yang dihadapi adalah Singapore Malay, tim juara Community League Singapore dan dan Federation of Malaya. Timnas membantai klub itu dengan skor telak 7-0 di hadapan 8000 pendukungnya sendiri! Darmadi dan Machroem menjadi pahlawan karena masing-masing mengemas tiga gol dan satu gol sisa dikemas Bhe Ing Him.
Pada tanggal 6 Mei 1951, Timnas kembali turun ke lapangan. Moral yang sedang naik usai membantai Singapore Malay dengan skor 7-0, membuat Rais Siregar dkk tambah semangat. Kali ini lawan yang harus dikalahkan adalah tim Singapore A. Timnas kembali menang dengan skor cukup telak 4-1 pada laga kedua itu.
Partai ketiga Timnas dijadwalkan pada 9 Mei 1951. Kala itu lawan yang ditantang adalah Combine Service yang merupakan klub yang berisikan para tentara Inggris berbodi besar, tegap dan keras. Namun Timnas tidak gentar dan berhasil menahan imbang 0-0 klub menakutkan itu.
Laga ke empat, digelar pada 13 Mei 1951. Lawan yang dihadapi adalah juara Malay Cup, Combine Singapore. Lagi-lagi Timnas berjaya dengan menang 4-1.
Kemenangan ini paling disorot karena publik tuan rumah begitu kecewa. Padahal laga itu masuk rekor dengan penonton terbanyak kala itu dengan jumlah 15.000 orang.
Laga pamungkas digelar esok harinya. Lawan yang dihadapi adalah Combine Chinese. Pada laga ini, skuad Timnas mulai lelah. Skor akhir laga itu imbang 1-1. Faktor fisik menjadi halangan, walaupun Timnas tidak sampai kalah.
Sejak saat itu, Timnas tidak bisa diremehkan publik dunia. Acungan jempol diberikan. Terlebih karena Timnas mulai dikenal dengan kecepatan dan kombinasi menembak jarak jauhnya.
Ya, pada akhirnya sebuah kesengsaraan berhasil berbuah menjadi kenikmatan. Sebuah rasa susah, berhasil disulap menjadi satu prestasi. Bukankah hal ini juga yang mestinya ditiru skuad Ayam Kinantan. Terlebih klub yang berdiri tahun 1950 lalu, punya sejarah yang tak kalah mentereng.
Di era perserikatan, nama besar PSMS sanggup menggetarkan siapapun pemain di klub lain. Gaya bermain yang lugas dengan rap-rapnya tak jarang meruntuhkan moral tim yang bertandang ke Stadion Teladan.
Di masa ini, PSMS berhasil lima kali mengangkat tropi pada tahun 1967 ketika mengandaskan Persebaya di partai puncak, tahun 1971 ketika mengandaskan Persebaya untuk kali kedua ,tahun 1975 menjadi juara bersama dengan Persija, tahun 1983 ketika mengalahkan Persib Bandung, dan tahun 1985 ketika mengalahkan Persib Bandung juga.
Tahun 1954, PSMS menjadi runner up karena kalah dari Persija. Tahun 1957 juga juara dua karena dikalahkan PSM. Di edisi Perserikatan terakhir tahun 1992, PSMS kembali jadi runner up ketika takluk dari PSM.
Di kancah Piala Emas Bang Yos (PEBY), bahkan PSMS dicatatkan sebagai juara abadi karena tiga kali mencapai puncak dan juara. Hal itu terjadi pada tahun 2005 ketika di final mengalahkan tim asal Singapura Geylang United FC dengan skor 5-1. Di tahun yang sama, PSMS juga berhasil mengalahkan Persik Kediri dengan skor 2-1 di partai puncak. Di tahun 2006 PSMS berhasil mengalahkan PSIS Semarang dengan skor 4-2 (1-1) melalui drama adu pinalti dan PSMS Medan dinobatkan sebagai pemilik abadi Piala Emas Bang Yos.
Cerita ini memang masa lalu, tapi bukankah semangatnya abadi hingga saat ini. Ayo, para pemuda Medan pilihan PSMS, tunjukkan pada insan sepak bola nasional, bahwa taji Kinantan masih tajam dan siap menusuk setiap lawan yang bakal dihadapi. Ingat kata Bung Karno : Dont leave history! Jangan sesekali melupakan sejarah
No comments:
Post a Comment